Reformulasi Model Transfer Pusat ke Daerah dalam mendorong Kinerja Daerah

Oleh : Dr. Harry Azhar Azis,MA

A. Pendahuluan

Desentralisasi sebagai alat mencapai tujuan bernegara, khususnya mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada rakyat (public services closer to the people). Hal ini dimaksudkan memberi pelayanan umum yang lebih baik dan proses keputusan publik lebih demokratis dirasakan langsung oleh rakyat. Desentralisasi diwujudkan dengan pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan di bawahnya untuk melakukan pengeluaran, memungut pajak (taxing power), dan Dewan Perwakilan dipilih rakyat, Kepala Daerah dipilih langsung rakyat, dan dalam hal tertentu transfer fiskal dari Pemerintah Pusat. Desentralisasi fiskal di Indonesia diatur dalam UU 33/ 2004 (sebelumnya UU No. 25 Tahun 1999) tentang Perimbangan Keuangan antar Pusat dan daerah. Undang-undang ini memberikan kepastian hukum bagi sistem perimbangan keuangan tentang sumber-sumber pendanaan daerah guna mendukung penyelenggaraan Desentralisasi.

 

Dari keuangan Negara, kebijaksanaan pelaksanaan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi perubahan peta pengelolaan fiskal yang mendasar. Ini ditandai dengan makin tingginya transfer dana dari APBN ke daerah.Transfer ini dalam bentuk Dana Perimbangan, yang menagkibatkan berkurangnya porsi dana yang dikelola Pemerintah Pusat.

 

Perubahan peta pengelolaan fiskal ini juga disertai fleksibilitas yang cukup tinggi, atau bahkan diskresi penuh dalam pemanfaatan sumber-sumber utama pembiayaan tersebut. Shah dan Qureshi (1994) menyebut enam tujuan yang dicapai oleh sistem perimbangan yaitu,pertama, mengurangi fiscal gap.Kedua, mengatasi ketidaksamaan kemampuan fiskal (fiscal inequities) dan ketidaksamaam tingkat efisiensi fiskal (fiscal inefficiences) suatu daerah.Ketiga,kompensasi benefit spillover.Keempat, mendukung penerapan standar pelayanan minimum (national minimum standar).Kelima, mendukung pencapaian prioritas nasional danKeenam, untuk mencapai tujuan tertentu.

 

Devas (1988) mengemukakan tujuh kreteria yang perlu diperhitungkan dalam merancang sistem perimbangan keuangan yaitu :simplicity (kesederhanaan formula), adequacy (kecukupan untuk mebiayai kebutuhan dasar daerah), elasticity (penyesuaian terhadap inflasi), stability and predictability (jumlah alokasi relatif stabil dan dapat diprediksi), equity (adanya aspek pemerataan antar daerah/tingkatan pemerintahan), economic efficiency (mampu menjamin efisiensi penggunaan dana), decentralization and local accountability (menjamin otonomi daerah dan akuntabilitas lokal).

 

Untuk itu, perlu analisis lebih dalam menyangkut skema transfer pusat ke daerah dalam sistem perimbangan keuangan terutama perhatian pada upaya pencapain tujuan-tujuan nasional sesuai dengan fungsi utama keuangan Negara yakni fungsi efisiensi, fungsi distribusi dan alokasi. Pertanyaan mendasar menyangkut model transfer pusat ke daerah adalah apakah model transfer sudah cukup untuk daerah memenuhi standar pelayanan minimum. Kedua, apakah skema transfer memenuhi rasa keadilan antar daerah mengatasi horizontal imbalances. Ketiga, apakah skema transfer menstumulasi kinerja daerah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

B. Skema Transfer Pusat ke Daerah Di Indonesia

 

Ada dua sistem dalam perimbangan yaitu sistem pembagian hasil (revenue sharing) dan sistem hibah (grants). Bagi hasil berupa bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam. Hibah merupakan transfer pusat ke daerah dengan tidak mendasarkan pada pembagian atas pendapatan.

 

Gambar 1 Ruang Lingkup Transfer ke daerah di Indonesia (2009)

Sumber : Departemen Keuangan, diolah,2009

Dasar hukum dalam sistem transfer ke daerah diatur dalam UU No. 32 dan 33 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah,PP No. 55/2005 tentang Dana Perimbangan,serta UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU APBN. Sebagaimana pada gambar 1, transfer pusat ke daerah terdiri atas Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus/Penyesuaian.

Dana transfer yang pertama adalah Dana Perimbangan yang terdiri dari :

1. Dana Bagi Hasil adalah transfer ke daerah berdasar bagi Hasil Pajak, Bagi hasil Sumber daya alama (Migas, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan) sebagai kompensasi dampak eksplorasi, formula bagi hasil ini diatur UU No. 33/ 2004 dan aturan lain.

2. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sumber utama penerimaan daerah untuk mengatasi vertical equalization dan fiscal horizontal equalization.

Gambar 2 : Formula DAU

Sebagaimana gambar 2, Formula DAU dialokasikan berdasarkan alokasi dasar ditambah dengan celah Fiskal (Fiscal Gap). Alokasi Dasar merupakan fungsi dari rata-rata belanja PNSD. Celah Fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Formula kebutuhan fiskal terdiri dari indeks jumlah penduduk, indeks luas wilayah, indeks kemahalan kontruksi, indeks pembagunan manusia dan Indeks PDRB perkapita. Sedangkan formula kapasitas fiskal adalah PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Sumber daya alam.

Gambar 3 : Perbedaan Formula DAU 2008-2009

Sumber ; Departemen Keuangan,diolah,2009

Gambar 3 menunjukkan terjadi perbaikan formula dalam penghitungan DAU agar jumlah DAU makin mengatasi masalah fiscal vertical dan horizontal in equalities.

Implikasi dari perubahan formula DAU 2009 ini menyebabkan :

• 96 daerah (4 prov dan 92 kab/kota) dari 484 daerah mengalami penurunan DAU

• Total DAU 2009 turun dari 61,39% menjadi 58,13% dari Pagu Transfer, meskipun nominal naik Rp6,9 T dari Rp179,5T menjadi Rp186,4T atau 3,8% dari DAU 2008

• Penuruanan DAU dimungkinkan karena Peningkatan Kapasitas Fiskal meliputi PAD, DBH Pajak & SDA dan Koreksi pencatatan data luas wilayah dan jumlah penduduk menjadi lebih kecil di beberapa daerah sebagai akibat pemekaran daerah.

• Pengalokasian DAU secara mandiri kepada 17 daerah pemekaran

• Pengalokasian DAU secara proporsional kepada 26 daerah pemekaran

• Koreksi data Belanja Gaji PNSD (Standar Nasional)

 

3. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK 2009 alami perbaikan dalam kreteria umum, khusus dan teknis penyalurannya. DAK untuk pencapaian tujuan prioritas nasional. Dalam APBN 2009 terjadi penambahan bidang DAK yakni Sarana parasaran pedesaan dan Perdagangan dibandingkan tahun 2008. Bidang mendapatkan DAK : Pendidikan, Kesehatan, Kependudukan, Prasarana Jalan, Prasarana Irigasi, Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan, Kelautan dan Perikanan, Pertanian, Prasarana Pemerintahan Daerah, Lingkungan hidup, Kehutanan, Sarana & Prasarana Perdesaan, Perdagangan.

 

Dana transfer kedua adalah dana Otonomi Khusus dan Dana penyesuaian. Dana Otonomi khsusus untuk NAD dan Papua sebagai otonomi khusus. Dana penyesuaian adalah dana tambahan DAU untuk peningkatan pendapatan guru PNSD dan alokasi yang disepakati Badan Anggaran DPR dan Depkeu. Perbaikan formula dan jenis transfer dan penguatan penerimaan daerah melalui UU 28/2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah makin mendukung pelaksanaan otonomi.

 

Gambar 4. Perkembangan transfer ke Daerah 2001-2009

Sumber : Departemen Keuangan,2009

 

C. Dana Insentif Bagi Daerah yang Berkinerja Baik

 

APBN 2010 memberi dana insentif bagi Daerah berkinerja baik. Kebijakan dalam bentuk pemberian Award atau uang (competitive budget) atas kinerja ekonomi serta kesejahteraan daerah dalam kurun waktu tiga tahun sebelumnya. Sembilan provinsi dan 44 daerah kabupaten/kota, termasuk Kota Makassa mendapatkannya. Penilaian kriteria kinerja keuangan meliputi :

(1) penetapan APBD tepat waktu,

(2) kenaikan pendapatan asli daerah (PAD) diatas rata-rata nasional,

(3) Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) dengan kualifikasi wajar dengan pengecualian (WDP) atau wajar tanpa pengecualian (WTP), dan

(4) kapasitas fiskal dibawa rata-rata nasional namun indeks pembangunan IPM diatas rata-rata nasional.

 

Sedangkan Kinerja ekonomi dan kesejahteraan meliputi :

(1) peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal diatas rata-rata nasional,

(2) penurunan angka inflasi daerah,

(3) penurunan angka kemiskinan, dan

(4) penurunan angka pengangguran lebih baik dari rata-rata nasional. Model dana ini untuk motivasi kinerja dan kompetisi antar daerah.

 

Model competitive budget dalam skema transfer perlu direformulasi :

• Penyerdehanaan kreteria fokus pada dua hal: Pertama, tertib admisnitrasi (ketepatan waktu penetapan APBD dan hasil audit BPK). Kedua, Kinerja daerah dalam pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan

• Penentuan bobot daerah berdasarkan formula tersebut diatas mengkombinasikan pada output dan outcome yang dicapai daerah yang disesuaikan dengan siklus APBN.

• Faktor benefit spillover. Daerah yang memberi manfaat masyarakat luar daerah seperti arus perpindahan penduduk perlu diberi kompensasi dana insentif.

• Jumlah Transfer dana insnetif perlu lebih ditingkatkan. APBN 2010 aloakasikan Rp. 1,387 T perlu ditingkat tahun-tahun mendatang.

 

D. Kesimpulan

• Penyempurnaan yang terus dilakukan dalam skema transfer ke daerah telah menunjukan on the right track terutama bila merujuk pada kerangka teoritis dan pengalaman international dalam alokasi transfer ke daerah

• Perlu penyempurnaan mekanisme dan formulai transfer dana insentif ke daerah sehingga dapat mempengaruhi perilaku daerah dalam menentukan alokasi pengeluaran dalam APBD yang lebih berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat.

 

Tinggalkan komentar